Lambang Kabupaten Cirebon Jawa Barat

Kabupaten Cirebon, dengan sejarah panjang dan budaya yang kaya, memiliki lambang yang merefleksikan keunikan dan jati dirinya. Lambang ini bukan sekadar gambar, melainkan simbol-simbol yang sarat makna filosofis dan mewakili nilai-nilai luhur masyarakat Cirebon.

Arti Lambang Kabupaten Cirebon

PERISAI

Sebagai pelindung, menggambarkan keadaan yang senantiasa aman, tentram dan sejahtera, sebagaimana ungkapan “Selamat Waluya Rahayu Jati”

BINTANG

Melambangkan keluhuran cita-cita 9 (sembilan) bintang melambangkan Walisanga (Babad Cirebon) Bintang bersudut 5, sehingga jika dikalikan dengan 9 (jumlah bintang) menjadi 45 menggambarkan tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Warna binta kemerahan dengan garis pinggir putih sebagai lambang jiwa susila disertai keberanian.

PADI

Melambangkan kesuburan di bidang pangan 17 butir padi melambangkan tanggal kemerdekaan Republik Indonesia. Warna padi kuning melambangkan jiwa susila

KAPAS

Melambangkan kemakmuran di bidang sandang 8 buah kapas melambangkan bulan kemerdekaan Republik Indonesia. Warna putih kapas melambangkan jiwa suci, berperilaku adil dan jujur.

GUNUNG

Melambangkan keagungan, kebesaran dan keluhuran Warna biru muda melambangkan jiwa dan berpandangan luas

GOLOK CABANG

Melambangkan keampuhan dan keteguhan semangat untuk mendobrak kebatilan dan kedholiman. Warna hitam dengan pamor kuning
melambangkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta kesusilaan.

GAPURA

Gambar gapura yang tegak, kokoh dan terbuka bersusun 5 sap berwarna merah bata, dengan garis-garis putih terletak diantara gunung dan laut melambangkan :

Daerah sebagai pusat penyebaran agama Islam dengan 5 rukun Islam-Nya. Daerah yang subur makmur gemah ripah lohjinawi
Ciri khasmasyarakat yang berbudaya tinggi, berjiwa gotong-royong dan kokoh menghadapi tantangan dan rintangan. Kepribadian masyarakat daerah yang terbuka ramah serta penuh toleransi.

LAUT

Laut berwarna biru melambangkan kelapangan dada, berperasaan halus, rendah hati dan berjiwa besar. 5 (lima) buah gelombang melambangkan dinamika semangat masyarakat dalam rangka mengamankan dan mengamalkan Pancasila.

PITA

Semboyan “Rame ing Gawe Suci ing Pamrih” sebagaimana motto kesatria yang giat bekerja keras dengan harapan yang suci.

Warna dasar kuning dibelakangi coklat berati keluhuran budi dan berjiwa susila disertai keberanian.

Warna tulisan hitam melambangkan keteguhan Iman.

Lambang Kabupaten Cirebon

Lambang Kabupaten Cirebon Jawa Barat
Lambang Kabupaten Cirebon Jawa Barat Hitam Putih

Sejarah Kabupaten Cirebon

Sejarah Kesultanan Cirebon sarat dengan nilai-nilai luhur dan perjuangan gigih dalam memperjuangkan kemerdekaan. Awal mula kerajaan ini dapat ditelusuri dari kisah Purwadaksina, yang dikenal sebagai kerajaan besar di kawasan barat Pulau Jawa. Kerajaan tersebut dipenuhi kemakmuran dan ketenangan di bawah kepemimpinan Raja Jaya Dewata, yang bergelar Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi.

Raja Jaya Dewata memiliki tiga orang anak, yaitu Pangeran Walangsungsang, Nyai Lara Santang, dan Raja Sengara. Pada tahun 1442 Masehi, Pangeran Walangsungsang menikahi Nyai Endang Geulis, putri Ki Gedheng Danu Warsih dari pertapaan Gunung Mara Api. Perjalanan mereka berdua membawa mereka ke berbagai tempat suci seperti Ciangkup, Gunung Kumbang, dan Gunung Cangak sebelum akhirnya tiba di Gunung Amparan Jati. Di sanalah mereka bertemu dengan Syekh Datuk Kahfi, seorang guru agama Islam yang terpandang.

Di bawah bimbingan Syekh Nur Jati, Pangeran Walangsungsang dan adiknya Nyai Lara Santang memeluk agama Islam. Pangeran Walangsungsang diberi nama Somadullah dan diperintahkan untuk membuka hutan di pinggir Pantai Sebelah Tenggara Gunung Jati (Lemahwungkuk sekarang). Dari hutan tersebut lahirlah Dukuh Tegal Alang-Alang yang kemudian berkembang menjadi Desa Caruban (Campuran) yang ramai dikunjungi oleh berbagai suku bangsa.

Setelah Syekh Nur Jati wafat, Pangeran Walangsungsang dan Nyai Lara Santang menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekah. Pangeran Walangsungsang mendapat gelar Haji Abdullah Iman, sementara Nyai Lara Santang mendapat gelar Hajah Sarifah Mudaim. Setelah kembali dari Mekah, Haji Abdullah Iman mendirikan Tajug dan Rumah Besar yang dinamai Jelagrahan. Jelagrahan kemudian berkembang menjadi Keraton Pakungwati (Keraton Kasepuhan sekarang) sebagai tempat kediaman bersama Putri Kinasih Nyai Pakungwati.

Pada tahun 1470 Masehi, Syarif Hidayatullah, putra Haji Abdullah Iman dari pernikahannya dengan seorang Raja Mesir, tiba di Pulau Jawa. Ia bergabung dengan Wali Sanga, sebuah lembaga penyebar agama Islam yang dipimpin oleh Sunan Ampel.

Setelah wafatnya Sunan Ampel pada tahun 1478 Masehi, Syarif Hidayatullah ditunjuk sebagai pengganti pemimpin Wali Sanga dan pusat kegiatannya dipindahkan ke Gunung Sembung di Carbon. Daerah ini kemudian dikenal sebagai “puser bumi” sebagai pusat kegiatan keagamaan. Sementara itu, pusat pemerintahan Kesultanan Cirebon tetap berada di Keraton Pakungwati dengan sebutan GERAGE.

Syarif Hidayatullah yang dikenal sebagai Pangeran Sunan Gunung Jati menikah dengan Nyi Mas Pakungwati, putri Haji Abdullah Iman. Ia kemudian dinobatkan sebagai Sultan Carbon I dan menetap di Keraton Pakungwati.

Pada tahun 1482 Masehi, Sultan Carbon I menerbitkan maklumat kepada Raja Pajajaran Prabu Siliwangi untuk menghentikan pengiriman upeti karena Kesultanan Cirebon telah menjadi negara merdeka. Upaya Sultan Carbon I untuk mengajak Raja Pajajaran memeluk agama Islam tidak berhasil. Kegagalan ini menjadi salah satu faktor utama yang mendorong Sultan Carbon I untuk menyatakan kemerdekaan Cirebon dari Pajajaran.

Peristiwa bersejarah kemerdekaan Cirebon tersebut tercatat dalam tanggal 12 Shafar 887 Hijiriah atau 2 April 1482 Masehi, dan sekarang diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Cirebon.

Website : Lambang Kabupaten Cirebon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *