Kota Denpasar, ibu kota Provinsi Bali, memiliki lambang yang sarat makna dan merepresentasikan identitas serta nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Lambang ini bukan sekadar gambar abstrak, melainkan cerminan sejarah, budaya, dan aspirasi Kota Denpasar.
Sekilas Kota Denpasar

Denpasar, yang dikenal dengan nama ᬤᬾᬦ᭄ᬧᬲᬃ dalam bahasa Bali, merupakan ibu kota Provinsi Bali sekaligus pusat pemerintahan dan perekonomiannya. Sebagai kota terbesar di Kepulauan Nusa Tenggara dan kedua terbesar di wilayah Indonesia Timur setelah Makassar, Denpasar memainkan peran penting dalam perekonomian regional.
Pertumbuhan pesat industri pariwisata di Pulau Bali menjadikan Denpasar sebagai pusat kegiatan bisnis yang dinamis. Hal ini mendorong peningkatan pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi di provinsi Bali. Berdasarkan data terbaru, jumlah penduduk Kota Denpasar pada akhir tahun 2024 mencapai 673.270 jiwa.
Pemerintah Indonesia menargetkan Denpasar, bersama dengan Medan dan Makassar, sebagai kota metropolitan baru. Pengembangan tata ruang tiga kota ini tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Perpres 45/2011). Dengan status sebagai kota metropolitan, Denpasar diharapkan dapat tumbuh menjadi pusat ekonomi dan inovasi yang lebih maju di masa depan.
Sejarah Kota Denpasar
Kota Denpasar, ibukota Provinsi Bali yang ramai dan penuh pesona, memiliki sejarah panjang yang kaya akan nilai budaya dan perjuangan. Perjalanan Denpasar dari sebuah kota keraton kecil hingga menjadi pusat pemerintahan dan ekonomi di Bali merupakan cerminan semangat dan dinamika masyarakatnya.
Berdasarkan penelitian tim Universitas Udayana yang dipimpin oleh Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, SU dkk., awal mula Kota Denpasar dapat ditelusuri kembali pada tahun 1788 Masehi dengan berdirinya Puri Denpasar. Sejak awal berdiri, Puri Denpasar menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Badung dan juga lokasi pasar yang ramai di selatannya. Kemajuan ekonomi Denpasar menarik perhatian kolonial Belanda yang kemudian menguasai Bali Selatan.
Pertempuran heroik Puputan Badung pada tanggal 20 September 1906 mengakhiri kekuasaan Kerajaan Badung, termasuk Puri Denpasar yang luluh lantak akibat serangan pasukan kolonial Belanda. Setelahnya, Denpasar ditetapkan sebagai pusat pemerintahan di Bali Selatan oleh kolonial Belanda dan terus berkembang menjadi kota perjuangan selama masa revolusi. Selama periode ini, Denpasar menjadi markas bagi pasukan Sekutu dan tentara NICA, menjadikan kota ini arena perebutan pengaruh antara pemerintah kolonial dan para pemuda pejuang.
Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 membawa perubahan signifikan bagi Denpasar. Pada tahun 1958, pemerintah NKRI menetapkan Denpasar sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Badung dan juga sebagai pusat pemerintahan Provinsi Bali. Penetapan ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang terus berkembang.
Status Denpasar sebagai pusat pemerintahan daerah memicu pertumbuhan pesat dalam bidang fisik, ekonomi, dan sosial budaya. Pertumbuhan yang signifikan ini mendorong Pemerintah Kabupaten Dati II Badung untuk mengusulkan Denpasar menjadi Kota Administratif. Pada tahun 1978, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1978, Denpasar resmi menjadi Kota Administratif dengan wilayah mencakup 3 kecamatan, 16 kelurahan, 27 desa, dan 35 desa adat.
Luas wilayah Kota Administratif Denpasar saat itu mencapai 123,98 kilometer persegi dengan jumlah penduduk 206.059 jiwa dan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 3,5% per tahun. Melihat perkembangan pesat di berbagai sektor kehidupan masyarakat, pemerintah memutuskan untuk memajukan Denpasar menjadi Daerah Otonom.
Pada tahun 1983, Tim Peneliti Peningkatan Status Kota Administratif Denpasar dibentuk melalui Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali Nomor 43 Tahun 1983. Usulan ini mendapat dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II Badung dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Bali. Akhirnya, pada tanggal 15 Januari 1992, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Denpasar disahkan dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada 27 Februari 1992.
Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, status Denpasar berubah menjadi Kota dengan nama resmi Kota Denpasar.
Untuk lebih mempertegas sejarah Denpasar, Fakultas Sastra Universitas Udayana menyelenggarakan seminar “Penelusuran Sejarah Hari Lahir Kota Denpasar” pada tahun 2012. Seminar ini melibatkan akademisi, veteran, tokoh adat, budayawan, dan tokoh masyarakat Denpasar. Hasil dari seminar tersebut menyimpulkan bahwa Hari Lahir Kota Denpasar adalah 27 Februari 1788 Masehi.
Kesimpulan ini diperkuat dengan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 10 Tahun 2012 tentang Hari Jadi Kota Denpasar yang menetapkan tanggal 27 Februari sebagai hari jadi kota.
Lambang Kota Denpasar

Arti dan Makna Lambang

- Logo-Lambang Daerah Kota Denpasar berbentuk segi lima sama sisi dengan warna dasar biru laut dengan garis pinggir putih hitam
- Motto “PURRADHIPA BHARA BHAVANA“, artinya: Kewajiban Pemerintah adalah meningkatkan kemakmuran Rakyat.
- Di dalam segi lima sama sisi tersebut terdapat lukisan-lukisan yang merupakan unsur-unsur lambang sebagai berikut :
a. Segi lima sama sisi
Dasar dengan bentuk Segi Lima Sama Sisi berarti mencerminkan bahwa Dasar Negara Republik Indonesia adalah Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia. Warna Dasar Biru Laut melambangkan Keagungan Garis pinggir berwarna putih dan hitam berarti: Warna putih melambangkan kesucian/budhi luhur dan warna hitam melambangkan kekuatan.
b. Padmasana Jagatnatha
Melambangkan alam semesta tempat suci untuk pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Jagatnatha dapat pula diartikan sebagai tempat Pemerintah atau Penguasa. Jadi dengan demikian Jagatnatha disini dapat diartikan bahwa Denpasar adalah merupakan Pusat Pemerintahan. Warna Kuning Emas pada Pura Jagatnatha adalah merupakan tempat suci untuk Pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
c. Keris
Keris melambangkan jiwa/mentalitas keperwiraan yang lazim disebut Jiwa Kesatria. Keris disini melambangkan bahwa Kota Denpasar adalah juga merupakan Kota Perjuangan. Warna Hitam dalam Keris tersebut melambangkan ketegasan.
d. Candi Bentar
Candi Bentar melambangkan Kebudayaan, ini berarti bahwa Kota Denpasar mempunyai Kebudayaan yang sifatnya khas. Candi Bentar juga dapat diartikan bahwa Kota Denpasar merupakan pintu gerbangnya Propinsi Bali.
e. Tangga yang Jumlahnya Tiga Buah :
Ini melambangkan bahwa Konsep pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Denpasar selalu berlandaskan konsep TRI KAYA PARISUDHA.
f. Lingkaran Bunga Teratai Yang Jumlahnya 8 (Delapan) Helai, melambangkan Astha Dala atau Astha Beratha.
g. Padi Kapas Serta Rantai (Gelang) Dua Buah melambangkan :
Padi yang jumlahnya 27 buah melambangkan tanggal 27. Rantai (Gelang) dua buah yang melambangkan bulan dua (Pebruari). Kapas yang bunganya berjumlah 9 (Sembilan) buah dan daunnya dua helai melambangkan tahun 92. Jadi dengan demikian Padi Kapas serta rantai (Gelang) sebagai pengikat Padi Kapas melambangkan bahwa Kota Denpasar lahir pada tanggal 27 Pebruari 1992.