Wajah Lain Badan Intelijen Negara
Pandangan publik terhadap dunia intelijen seringkali diwarnai kesan negatif seperti angker, rahasia, misterius, tertutup, bahkan kekerasan. Hal ini terkadang melahirkan sinisme dan prasangka, seperti ungkapan “intel Melayu” atau “spion Melayu”.
Seiring berkembangnya era keterbukaan, lembaga intelijen seperti Badan Intelijen Negara (BIN) dihadapkan pada tantangan untuk mengubah citra “misterius” menjadi sosok yang lebih terbuka kepada masyarakat.
Tulisan ini bertujuan untuk membuka ruang tertutup institusi intelijen melalui perspektif “Human Interest”, dengan fokus pada lingkungan BIN. Pendekatan ini diharapkan dapat membantu publik memahami lebih jauh tentang dunia intelijen.
Kompleks Kasatrian Soekarno Hatta: Sebuah gambaran awal
Kantor BIN, yang dikenal masyarakat sebagai Kompleks BAKIN, terletak di Jalan Seno Raya, Pejaten Timur – Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Kesan pertama yang ditangkap adalah prioritas keamanan yang tinggi. Kantor dikelilingi pagar besi dan rimbunnya pohon bambu, menciptakan kesan tersembunyi dari pandangan publik. Sebuah patung Soekarno-Hatta berdiri megah di depan gerbang utama sebagai simbol penghormatan terhadap jasa Proklamator Indonesia.
Akses masuk keluar kompleks hanya melalui satu pintu gerbang di sebelah selatan. Pintu gerbang utara hanya berfungsi sebagai akses menuju Masjid Baitul Akbar dan kolam renang BIN, fasilitas yang terbuka untuk umum. Setiap orang yang masuk, kecuali pegawai BIN, akan diperiksa identitas dan barang bawaannya oleh petugas keamanan internal yang disebut GARDA.
Pesan “For Your Eyes Only” terpampang di papan besi permanen di sudut jalan masuk kompleks pemukiman anggota BIN dan blok perkantoran. Pesan ini merupakan pengingat akan pentingnya kerahasiaan bagi seluruh anggota BIN.
Kompleks BIN: Lebih dari Sekedar Kantor
Kompleks BIN seluas 26 hektar terbagi menjadi dua blok, yaitu blok perumahan anggota seluas 17 hektar dan blok perkantoran seluas 9 hektar. Blok pemukiman berbentuk huruf “U” mengelilingi blok perkantoran.
BIN sangat memperhatikan kebugaran anggotanya. Selain kecerdasan, tugas intelijen juga menuntut kesiapan fisik prima. Oleh karena itu, kompleks perumahan dilengkapi fasilitas olahraga seperti lapangan bola, tenis, voli, basket, jogging track, dan kolam renang. Bahkan terdapat lapangan tembak untuk pelatihan menembak yang wajib dikuasai setiap anggota BIN.
Fasilitas pendidikan juga tersedia, meski masih terbatas pada taman balita dan taman kanak-kanak. Selain itu, terdapat PUJASERA (pusat jajanan) untuk melayani pegawai, tamu, dan keluarga besar BIN. Poliklinik dengan fasilitas rawat inap terbatas juga disediakan untuk perawatan kesehatan keluarga besar BIN. Sebagai bentuk kepedulian kepada masyarakat, Masjid Baitul Akbar dan kolam renang terbuka untuk umum.
Suasana Kantor yang Berbeda
Blok perkantoran memiliki desain ramah lingkungan dengan banyaknya pepohonan rindang. Keberadaan burung-burung seperti jalak dan tekukur yang dilindungi dan dipelihara secara bebas menambah suasana harmonis.
Di sisi lain, rusa jenis axis-axis ditempatkan di kiri kanan akses masuk perkantoran, menambah keindahan lingkungan.
Suasana kantor BIN tidak seramai instansi pemerintah lainnya karena BIN hanya melayani satu klien yaitu Presiden. Keasrian dan kenyamanan lingkungan perkantoran ini menciptakan ethos kerja yang positif bagi anggota BIN.
Membangun Citra Baru
Keberadaan BIN yang asri dan nyaman menunjukkan bahwa kewibawaan institusi tidak harus identik dengan kesan angker atau kekerasan. Kewibawaan juga dapat dibangun melalui harmoni relasi antar institusi dan masyarakat. Kehadiran fasilitas publik seperti masjid dan kolam renang menunjukkan komitmen BIN untuk berinteraksi positif dengan masyarakat.
Dengan mempromosikan citra BIN yang sebenarnya, diharapkan prasangka negatif terhadap dunia intelijen dapat dihilangkan.
Logo BIN (Badan Intelejen Negara) RI

Logo BIN (18 April 2020)
The logo’s dominant color has changed from blue to red. The use of the new logo was carried out during the leadership of Prof. Budi Gunawan. The new red logo can also be seen on the official website of BIN or the State Intelligence College (STIN)

Sejarah
Sejak kelahiran Republik Indonesia, lembaga intelijen negara telah mengalami perjalanan panjang dan perkembangan yang signifikan seiring dengan perjalanan bangsa.
Pada Agustus 1945, tepat setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia membentuk badan intelijen pertama bernama Badan Istimewa. Lembaga ini dipimpin oleh Kolonel Zulkifli Lubis dan diisi oleh sekitar 40 mantan anggota Pembela Tanah Air (PETA) yang terlatih sebagai penyelidik militer khusus.
Perkembangan selanjutnya menandai pembentukan berbagai lembaga intelijen dengan cakupan dan tugas yang beragam, termasuk Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI), Badan Pertahanan B, serta badan-badan intelijen di bawah kementerian pertahanan.
Di era Orde Lama, Presiden Soekarno membentuk Badan Koordinasi Intelijen (BKI) pada tahun 1958 dan kemudian menjadi Badan Pusat Intelijen (BPI) pada tahun 1959. Pada masa ini, pengaruh ideologis kuat terasa dalam BPI, yang kemudian berdampak pada dinamika intelijen di Indonesia.
Setelah peristiwa 1965, Presiden Soeharto membentuk Komando Intelijen Negara (KIN) yang kemudian menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN). Era Orde Baru ditandai dengan sentralisasi dan profesionalisasi intelijen negara di bawah BAKIN.
Pada tahun 1983, Wakil Kepala BAKIN L.B. Moerdani membentuk Badan Intelijen Strategis (BAIS) yang memiliki cakupan lebih luas.
Reformasi pada tahun 1998 membawa perubahan signifikan dalam struktur dan fungsi lembaga intelijen. Akhirnya, pada tahun 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mengubah BAKIN menjadi Badan Intelijen Negara (BIN) yang kita kenal sekarang.
Dengan demikian, sejak 1945 s/d sekarang, organisasi Intelijen negara telah berganti nama sebanyak 6 (enam) kali:
- BRANI (Badan Rahasia Negara Indonesia)
- BKI (Badan Koordinasi Intelijen)
- BPI (Badan Pusat Intelijen)
- KIN (Komando Intelijen Negara)
- BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen Negara)
- BIN (Badan Intelijen Negara)
Website : www.bin.go.id